KabarPrestasi.Com - Setiap kali istilah ujian atau TKA (Tes Kemampuan Akademik) muncul, ia membawa beban ganda: harapan untuk masa depan, sekaligus ketakutan akan standar baru. Apalagi belakangan, muncul isu mengenai waktu persiapan yang singkat dan kekhawatiran yang memicu petisi protes dari beberapa kalangan siswa. Namun, sebagai pelajar yang siap menghadapi tantangan, kita harus memandang isu ini secara jernih. Penting untuk diketahui bahwa TKA tidak hanya berlaku untuk siswa SLTA. TKA diterapkan untuk semua siswa kelas akhir (kelas 6 SD, kelas 9 SMP, dan kelas 12 SMA/SMK). Meskipun tujuan hasil skornya berbeda di setiap jenjang, semangatnya sama: “TKA adalah alat objektif untuk memvalidasi kesiapan akademik Anda menuju jenjang pendidikan berikutnya."
Pemerintah
telah menegaskan bahwa TKA bersifat SUKARELA dan TIDAK WAJIB diikuti dan juga bukan penentu kelulusan siswa
dari sekolah. Ini adalah hak siswa untuk mengikutinya atau tidak, tanpa ada
konsekuensi hukuman. Ini menegaskan bahwa TKA adalah kesempatan bagi siswa
yang ingin melengkapi portofolio akademiknya.
TKA dirancang
untuk menguji penalaran, pemahaman konsep, dan berpikir kritis (HOTS).
Khusus untuk jenjang SMA/SMK, TKA menjadi validator nilai rapor dan pelengkap
informasi capaian akademik untuk seleksi Perguruan Tinggi Negeri (SNBP). TKA bukan
sebagai ujian kelulusan sehingga tidak menentukan kelulusan siswa dari SMA/SMK.
Memahami dasar ini mengubah
segalanya: TKA diciptakan sebagai alat objektif untuk menjamin keadilan seleksi
ke jenjang berikutnya, bukan untuk menjatuhkan. Ketakutan itu wajar, tetapi
membiarkannya mengendalikan kita adalah kerugian.
Maka, sudah saatnya
kita mengubah lensa pandang ini. Ketakutan terbesar kita adalah jika hasil TKA
buruk, maka pintu masa depan seolah tertutup. Sudut pandang ini adalah
kekeliruan fatal. Sebaliknya, mari kita anggap TKA sebagai 'Cermin Kesiapan'
akademik saat ini. Hasil TKA menunjukkan di mana letak kekuatan dan di mana
letak kelemahan kita. Ia berfungsi sebagai alat introspeksi diri yang paling
jujur. Skor TKA yang diperoleh hanya mencerminkan satu momen dan capaian
kompetensi tertentu, bukan potensi seumur hidup kita. Justru dari
ketidaksempurnaan hasil sementara, kita menemukan motivasi terbesar untuk
memperbaiki diri dan menyiapkan strategi yang lebih matang. Dengan hasil TKA, kita
mendapatkan diagnosis yang akurat, dan diagnosis adalah langkah awal menuju
perbaikan yang terencana. Jika nilainya sudah baik, itu menjadi modal besar
untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) atau jalur mandiri kampus.
Jika nilainya belum optimal, itu adalah sinyal keras untuk mengubah strategi
belajar kita menuju Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT).
Dalam konteks
spiritual, persiapan menghadapi TKA adalah bentuk ikhtiar kita—usaha lahiriah. Kunci untuk menghadapi setiap tantangan
seperti ujian adalah menyeimbangkan antara ikhtiar dan tawakal.
Inilah fondasi spiritual yang harus menenangkan hati setiap pelajar yang sedang
berjuang. Persiapan menghadapi TKA adalah bentuk usaha lahiriah yang harus
dilakukan secara maksimal. Ikhtiar mencakup belajar terstruktur, fokus pada
penalaran, menjaga kesehatan fisik dan mental, serta bersungguh-sungguh dalam
setiap proses. Usaha tanpa doa adalah kesombongan, namun doa tanpa usaha adalah
kesia-siaan.
Setelah kita
berusaha sekuat tenaga, tibalah saatnya tawakal—yaitu menyerahkan
sepenuhnya hasil akhir kepada Allah SWT. Tawakal adalah obat penenang terbaik
bagi hati, yang datang setelah tekad dibulatkan. Ingatlah firman Allah
SWT: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal.” (QS.
Ali 'Imran: 159). Dengan Tawakal, kita yakin bahwa Allah tidak akan
menyia-nyiakan usaha hamba-Nya. Jika hasilnya sesuai harapan, kita bersyukur.
Jika belum, kita yakin itu adalah jalur terbaik yang sudah ditetapkan-Nya bahwa
Allah menyiapkan hikmah atau jalan yang lebih baik.
Rasa takut
selalu muncul dari ketidakpastian. Jawablah ketidakpastian itu dengan strategi
dan rencana yang matang, dibalut dengan keikhlasan dalam berusaha. Membangun
strategi adalah bentuk pengendalian diri yang paling cerdas. Untuk jenjang
SLTA, manfaatkan hak untuk memilih dua mata pelajaran pilihan yang paling
relevan dengan jurusan impian Anda. Fokuslah energi untuk menguasai dua mata
pelajaran itu secara mendalam, alih-alih menyebarkan fokus atau buang energi
untuk materi yang tidak relevan.
Karena TKA
menguji penalaran dan berpikir kritis, alihkan waktu dari mencari 'bocoran
soal' ke waktu untuk menganalisis dan memahami konsep inti dari materi. Rayakan
proses dan disiplin, karena disiplin untuk belajar, istirahat, dan fokus adalah
bagian dari ikhtiar. Proses ini adalah ibadah karena sebagai bentuk dari
menuntut ilmu (thalabul ‘Ãlm),
dan ia membentuk karakter disiplin yang jauh lebih berharga daripada skor.
Tugas kita bukanlah menghilangkan rasa takut, tapi bertindak meskipun rasa takut itu ada, dengan hati yang pasrah hanya kepada-Nya.
Kita sudah berjuang keras sejauh ini. Kita telah melakukan ikhtiar terbaik. TKA hanyalah salah satu instrumen untuk melihat kesiapan siswa. Manfaatkan kesempatan ini untuk menunjukkan kemampuan penalaran terbaik yang kita miliki. Percayalah pada persiapan yang telah kita lakukan dan bertawakal sepenuhnya kepada ketetapan-Nya. TKA? Siapa Takut! Kita sudah berikhtiar semaksimal mungkin, kini saatnya bertawakal sepenuhnya dan buktikan bahwa kita siap melangkah ke jenjang pendidikan selanjutnya dengan ilmu dan iman!
Penulis: Nur Penilarasati, S.Pd.

Posting Komentar